Senin, 06 Juni 2011

Hilangnya Per ”adab” an Manusia

          Persoalan lingkungan hidup menjadi topic yang menarik untuk kita perbincangkan,karena menyangkut masa depan bumi dan penghuninya. Namun menjadi keprihatinan bersama ketika dihadapkan pada realitas social budaya yang tidak lagi mengindahkan dan melestarikan lingkungan dan alam sekitarnya. 

        Masih segar dalam ingatan kita tragedy gempa bumi dan Tsunami Aceh yang menelan ribuan korban, dan dampak kerugian matrial yang cukup besar. Badan PBB untuk Program Lingkungan Hidup (UNEP) memperkirakan kerugian Indonesia di sektor ini saja mencapai 675 juta dollar AS, atau setara dengan 6 triliun rupiah. Belum lagi kerusakan lingkungan yang juga menjadi gejala umum hampir seluruh kawasan di Indonesia, bahkan dunia. Banjir, tanah longsor, polusi, ketidakmenentuan cuaca, Lumpur Lapindo, meningkatnya aktifitas gunung merapi, yang semuanya sudah barang tentu bardampak pada berubahnya sistem social masyarakat. Semakin banyak masyarakt yang kehilangan pekerjaanya, kemiskinan dimana- mana

           Hari lingkungan hidup sedunia adalah momentum yang tepat untuk bersama merefleksikan kondisi bumi kita, berdialog dengan alam dengan melibatkan seluruh sisi ke”manusia”an kita, terhadap nasib bumi yang kian renta, rapuh, penuh dengan kerusakan dimana- mana akibat ketidak seimbangan alam yang ditimbulkan ulah manusia dengan atau tanpa kesadaran manusia.
Ancaman Hilangnya peradaban Manusia

          Saya tidak bermaksud berbicara tentang evolusi manusia, sebagai mana teori evolusi ala Darwin dari kondisi manusia yang sekarang ada kemudian menjelma dalam bentukl lain, meski kemungkinan itu bisa saja terjadi, melainkan mencoba merefleksikan aakibat ketidak seimbangan alam, kerusakan yang kian parah yang sesungguhnya ulah manusia sendiri. Di sinilah eksistensi kita sebagai manuasia yang secara fitrah adalah sebagai khalifah, drajat mahluk tertinggi akan terancam.


            Laporan WALHI mencatat bahwa sepanjang 2010 terjadi 74 pencemaran air yang menyebabkan 5 danau, 4 laut dan 65 sungai yang sebelumnya tidak tercemar, menjadi tercemar. Hal ini tentu akan menambah kelangkaan air bersih. Karena lima tahun lalu, Walhi mencatat, terdapat 64 DAS dan sub DAS dari 470 dalam kondisi yang kritis. Yang tersebar di Sumatera (12 DAS/sub DAS), Jawa (26 DAS/Sub DAS), Kalimantan (10 DAS/sub DAS), Sulawesi (10 DAS/Sub DAS), Bali, NTB dan NTT (4 DAS), Maluku serta Papua (2 DAS). Selama tahun 2010, banjir terjadi 345 kali di wilayah Indonesia. Belum lagi jumlah Hutan yang menjadi serapan air juga sudah menipis, dari 3,7 juta hektare hutan di Sumsel atau 3,4 persen dari luas hutan di Indonesia, sudah mulai menipis. Hal itu disertai dengan peningkatan bencana alam yang menimpa di daerah tersebut, baik tanah longsor dan banjir. 

         Maka sudah dipastikan hal ini akan menimbulkan berbagai kerugian yang cukup besar baik secara materil maupun imateril. Rumah, kebun, sawah, tambak dan sumber-sumber kehidupan rakyat rusak, menimbulkan kerawanan Pangan hingga memperbesar angka kemiskinan di Indonesia. Di samping itu yang tidak kalah dahsayatnya adalah pasokan air bersih yang tentu menjadi ancaman bagi umat manusia. BBC Melansir bahwa dari semua aspek kerusakan dimuka bumi yang crusial antara lain yaitu krisis air dan enegri, iklim,polusi,dan keaneka ragaman hayati. diperkirakan pada tahun 2025, dua pertiga orang di dunia akan mengalami krisis air yang parah, produksi minyak bumi mencapai puncaknya dan mulai menurun pada tahun 2010, belum ancaman banjir, badai, gempa tsunami akibat iklim tidak menentu. 

           Bayangkan Manusia hidup tanpa energy yang menjadi sumber segala kehidupan, tanpa air bersih yang menjadi asupan kebutuhan 60% tubuh manusia. Bahkan ancaman banjir bias terjadi kapanpun. Indonesia yang secara geografis adalah wilayah agraris yang sangat kaya dengan sumber air bersih bisa jadi sepuluh tahun mendatang akan menjadi pengimpor air bersih olahan industry dari luar negeri. Sangat Ironis memang, tapi mau bagai mana lagi. Selama tidak ada kesadaran bersama untuk menjaga dan melestarikan alam, masih melakukan pembalakan hutan berlebihan, eksplorasi (air,sumber energy dan hutan) untuk kepentingan industry kapitalis yang membabi buta, di tambah penegakan supremasi hukum yang tidak ketat (tebang pilih) hanya membela keuntungan sekelompak pemodal,juga undang- undang yang tidak pro lingkungan dan masyarakat kecil. 

Kesadaran Ekologis berbasis Teolgis

            Perlu kiranya kembali menyadari hakikat penciptaan alam ini, yang sesungguhnya merupakan cerminan (gradasion) dari Eksistensi Tuhan supaya kita bangkit dari patalogis kronis yang mengancam eksistensi alam. Apa tidak cukup agama kita mengajarkan tentang bagaimana menjaga keselarasan dan keseimbangan ala mini. Mengutip pendapat dari F Schumacher dalam A Guide for the Perplexed (1981) , bahwa semua kerusakan alam sebagaimana disebutkannnn di atas adalah akibat dari krisis spiritual dan krisis perkenalan kita dengan Tuhan yang terkait dengan dimensi kepercayaan dan makna hidup. Bencana alam akibat krisis lingkungan yang silih berganti, sesungguhnya merupakan peringatan bagi segenap manusia untuk mereoreintasi hidup mereka yang terus saja merusak alam. Semua itu terjadi karena perilaku manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab. 

           Sejalan dengan itu Fircop Capra dalam bukunya Hidden Conection, juga menegaskan bahwa setiap unsur kehidupan di alam ini memiliki mekanisme yang saling terkait, bukan hanya pada wilayah mekanistik semata, melainkan ada dimensi spiritual yang menggerakan. Dialah Tuhan yang dalam tradisi agama apaun manjadi basis keagungan tertinggi. Oleh karenanya apabila dimensi spiritual manusia itu dilupkan akan terjadi kekacauan yang luar biasa, berakibat pada inconnectin alam, pikiran.sehingga keseimbangan alampun terancam yang membawa manusia pada kenetapaan. 

            Sejalan dengan itu, Sayyid Hussein Nasr dalam Man and Nuture: Crisis of Modern Man seperti dikutip Ihsan A. Fauzi (1994) menjelaskan, ada dua hal yang perlu dirumuskan soal krisis lingkungan. Pertama, formulasi dan upaya untuk memperkenalkan sejelas-jelasnya apa yang disebut hikmah perenial Islam tentang tatanan alam, signifikansi religius, dan kaitan eratnya dengan setiap fase kehidupan manusia. Kedua, menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran ekologis yang berperspektif teologis (eco-theology), dan jika perlu, memperluas wilayah aplikasinya sejalan dengan prinsip syariat itu sendiri.

            Oleh karena itulah, membangun teologi berbasis kesadaran dan kearifan ekologis ( eco-theology ) merupan upaya moral yang harus kita realisasikan untuk bangkit kenestapaan di muka bumi. Hal yang paling tegas dan harus kita lakukan untuk membangun krangka itu pertama dengan menempatkan persoalan lingkungan menjadi persoalan agama. Inilah yang harus menjadi basis kesadaran collective umat beragama. Sehingga diturunkan menjadi doktrin kesalihan ibadah (yang sifatnya wajib) sama kedudukanya dengan ibadah sholat- bagi Islam begitu juga bagi setiap agama. 

           Kedua Doktrin kekhalifahan manuasia. Ini harus menjadi doktrin setiap agama dimana seorang khalifah mempunya kewajiban untuk memimpin alam, bertanggung jawab terhadap keseimbangan, kerusakan alam dan seisinya. Contohnya dengan mengimplementasikan nilai- nila(non formal/symbolic) agama sebagai philosophy dasar dalam penegakan aturan tentang lingkungan, sehingga tidak terjebak pada wilayah matrialistik yang semakin menjauhkan manusia dari nilai kekhalifahanya.

           Inilah yang sering dilupakan manusia. seiring perkembangan manusia, doktrin tersebut terlupa dan tersingkir kehidupan. Perusakan lingkungan, pembakaran hutan, pembalakan liar, dan eskploitasi alam secara besar-besaran dianggap absah. Bahkan dilakukan dengan dalih bahwa alam semesta dicipta semata-mata untuk kepentingan manusia. Manusia pemegang mandat sebagai khalifah seolah diperkenankan untuk melakukan eksploitasi dan pemerkosaan atas alam. Sesungguhnya konsep khalîfah (aktif memakmurkan bumi) dalam doktrin Islam tidak pernah otonom. Karena manusia juga bagian dari hamba Allah (pemegang aturan Tuhan) yang seyogyanya memanifestasikan ajaran Tuhan. Karena itu, perusakan semesta alam sama sekali tidak punya landasan teologis. Memelihara lingkungan, justru suatu kewajiban teologis. 

Perlunya Green Politics 

            Nasib bumi kita tergantung pada khalifahnya. Dialah manuasia, wakil Tuhan di muka bumi . Alam akan terjaga kesimbanganya jika prilaku khalifahnya mau bersikap adail dan menjaganya, bertanggung jawab dari setiap sejengkal apa yang kita manfaatkan dari alam ini. Memang upaya kelestarian alam tidak cukup hanya dilakukan oleh perorangan (kesadaran individual), melainkan butuh penghayatan dan kesadaran collective. Semuanya harus berpartisipasi aktif berbasis kesadaran dan doktrin eco- Teology, tidak pandang siapapun, pejabat pemerintah, pelajar,petani Pengusah dan lain sebagainya

            Untuk mewujudkan kelestarian alam juga sangat penting di wujudkan aturan dan undang berbasis ecologis (Political- Well manifest), sehingga harmonisasi alam bisa terbentuk. Charlene Spretnak dalam The Spiritual Dimension of Green Politics. menekankan bahwa betapa pentingnya mengembangkan green politics (politik hijau); gerakan politik yang sadar ekologi. Kebijakan-kebijakan sosial-politik-ekonomi kita sudah saatnya mempertimbangkan soal lingkungan hidup. Sudah waktunya para pejabat negara, politisi, dan partai-partai politik menyuarakan pentingnya kesadaran akan politik hijau atau politik ekologis (ecological politics) sebagai landasan terbentuknya political and good governnnce 

            Di samping itu juga aturan dan undang undang pemerintah harus pro lingkungan. Membatasi kebebasan para pemodal atau pelaku usaha dan korporasi asing melakukan eksplorasi, eksploitasi dan pembajakan liar kekayaan alam tanpa mengindahkan dampak ekologis dan berorientasi keuntungan semata. Upaya penegakan hukum juga tidak tebang pilih, tidak tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Sehingga hilangnya peradaban manusia tidakakan terjadi. Keseimbangan alam bisa tetap terjaga, sehingga tercipta keharmonisan hidup yang damai, bahagia dan sejahtera.

write support by: ARLIVA herbal cream

2 komentar:

  1. wuahhhhhh kang keknya pada g kepikiran dagh yang di istana lagi pada rebutan jatah soalnya.
    kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk.............!!!!!

    BalasHapus
  2. ia mas bro,tapi tidak persoalan.yang penting kita masih ada dan mau mengada untuk it...hehe.salam damai.

    BalasHapus